Rabu, 03 September 2014

Talkshow BERSAHABAT DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS : ” ABK JUGA BISA BERPRESTASI ! ”

Setiap orangtua mendambakan memiliki anak yang sehat baik jiwa maupun raga. Namun dalam kenyataannya, seringkali berbeda dengan harapan orangtua yang kebetulan dikaruniai anak berkebutuhan khusus. Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia ternyata cukup besar. Diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta ABK di Indonesia jika menggunakan asumsi PBB yang menyatakan bahwa paling sedikit 10 persen anak usia sekolah (5-14 tahun) menyandang kebutuhan khusus. "Jumlah anak usia sekolah di Indonesia berdasarkan data BPS 2005 sebesar 42.870.041 jiwa. Jika asumsi PBB digunakan, maka ada 4,2 juta ABK di Indonesia. Sebuah jumlah yang besar," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal pada pembukaan Parenting Education Dalam Rangka Hari Anak Nasional Tahun 2013, di Auditorium BKKBN Jakarta Timur (Harian Republika, 2013)
Memiliki anak berkebutuhan khusus seringkali membuat lingkungan di sekitar anak, khususnya orangtua menjadi kecewa, malu, bingung, marah, bingung dan masih banyak lagi perasaan negatif yang berkecamuk dalam pikiran mereka. Perasaan-perasaan negatif ini akan termanifestasikan dalam perilaku mereka yang terkadang mengabaikan, kurang peduli, mudah marah dan lain sebagainya. Melihat kenyataan diatas, akan menjadi hal yang sangat penting artinya bagi masyarakat di sekitar anak termasuk orangtua anak berkebutuhan khusus untuk lebih memahami dan mengerti mengenai perkembangan dan keadaan psikologis putra-putrinya agar dapat memberikan intervensi dan pendidikan yang tepat.
Anak Berkebutuhan Khusus menurut Undang Undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mencakup anak yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Dengan demikian, lingkup kekhususan ini tidak hanya sebatas handicap (kekurangan), namun juga keberbakatan yang bersifat isitimewa (gifted), misalnya tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa, tunanetra, tuna laras, kesulitan belajar, autis, dan gifted / talented / indigo.
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengoptimalkan peran anak berkebutuhan khusus.Berdasarkan data yang diungkapkan oleh Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus Layanan Khusus (PKLK) Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud, Mudjito, jumlah anak berkebutuhan khusus yang yang telah tertangani dan masuk dalam pendidikan inklusif pada tahun 2013 baru 116.000 anak dari total 300.000 anak. Data diatas memberikan sedikit gambaran bahwa kesadaran memberikan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus di masyarakat khususnya orangtua masih sangat memprihatinkan. Beberapa alasan yang seringkali menjadi pertimbangan orangtua untuk memberikan kesempatan optimalisasi perkembangan anak berkebutuhan khusus melalui institusi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa kondisi. Kondisi pertama adalah faktor keluarga, dimana seringkali manifestasi dari perasaan-perasaan yang negatif terhadap keadaan, anak berkebutuhan khusus seringkali diabaikan intervensi dan pendidikannya dengan berbagai macam alasan, misalnya : malu, takut dicemooh lingkungan dsb. Kondisi lainnya yang mempengaruhi adalah dukungan dari lingkungan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak mudah mencari sekolah ataupun instansi pendidikan yang mau menerima keadaan si anak. Guru takut direpotkan, murid-murid takut untuk mendekati dan berbagai macam keadaan lainnya yang tidak mendukung proses pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Dua hal diatas biasanya dipengaruhi oleh stigma bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang merepotkan, nakal, tidak bisa berkembang dan lain sebagainya. Stigma ini bermula dari kurangnya pengetahuan masyarakat dan orangtua mengenai anak berkebutuhan khusus.
Seandainya kita mau berusaha lebih obyektif, ternyata banyak anak-anak berkebutuhan khusus di sekitar kita yang memiliki potensi yang akhirnya bisa melejit dan akhirnya bisa membanggakan keluarganya, misalnya : Kharisma, si anak Asperger yang memiliki kemampuan menyanyi yang baik, Deli Melodi, tunanetra yang mampu bermain alat musik dengan indahnya. Apabila anak berkebutuhan khusus diberikan penanganan berupa pendidikan yang tepat dan kondisi lingkungan yang mendukung, maka perkembangan anak akan lebih optimal. Pemberian penanganan yang tepat tersebut harus diawali dengan kesadaran berdasarkan pengetahuan yang obyektif tentang perkembangan anak berkebutuhan khusus. 
Atas dasar kondisi yang diuraikan diatas, dalam rangka peningkatan pengetahuan dan kepedulian terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Cabang Surakarta bermaksud menyelenggarakan sebuah diskusi dengan tema “BERSAHABAT DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS : ABK JUGA BISA BERPRESTASI! ”

Narasumber :
  1. Dr. Munawir Yusuf, M.Psi. (Dosen Progdi Pendidikan Luar Biasa FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Pendidikan Inklusi)
  2. Siti Nurroinie F. , S.Psi., Psi., M.M. (Psikolog YPAC Surakarta)
Hari, Tanggal    : Sabtu, 27 September 2014
Waktu               : 08.30 – 12.00 WIB
Tempat             : Ruang Seminar Lt 2 Pusat Pengembangan Potensi Anak Khusus Mitra Ananda, PPRBM Dr Soeharso Jl. LU Adisucipto KM 7 Colomadu Solo 57176

Pendaftaran : hubungi tiket box di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Psikologi Universitas Setia Budi, Prodi Psikologi Universitas Sebelas Maret, Prodi Psikologi Universitas Sahid, SMP Muh 1 Surakarta, RSJD Surakarta.

Biaya : Umum Rp 75.000,- Anggota Himpsi / Mahasiswa S1 Rp 65.000,- 
Setiap 10 Pendaftar kelompok gratis 1 pendaftar ekstra
Fasilitas : Sertifikat, Makalah, Snack, Doorprize
Biaya dapat dibayarkan melalui rekening : BNI Surakarta 0337622623 a.n. Sri Ernawati
Konfirmasi melalui contact person : Joko Dwi Nugroho 08562677663, Ernawati 08122592923 / 085725016010